Kamis, 17 September 2015

Semoga rinduku ini hanya sebuah kecemasan yang tidak akan menjadi pilu.



Semilir angin sore pinggir laut menerpa wajahku menerbangkan rambut sebahuku yang acak-acakan tak karuan. Aku masih duduk termenung menghadap segelas jus jeruk diatas sebuah meja bundar lengkap dengan sebuah kursi kosong yang pasangannya kududuki kini. Dipinggiran laut yang nampaknya langitnya mulai meredup ini. Tiba-tiba hmmm bau apa ini sebuah  aroma parfum yang nampak tak asing menyeruak kedalam penciumanku. Sontak ada sebuah nama yang langsung merasuk dalam kepalaku. Dia. 

Kepalaku kuarahkan kesana kemari mengamati setiap sudut pinggir laut ini. Dimana dia? Apa benar-benar dia ada disini. Atau hanya manusia asing lain namun beraroma sama? Atau hanya imajinasiku yang melayang begitu tinggi? Ah tak ada siapapun. Pantai ini sudah sepi hanya tersisa aku, penjaga pantai dan seorang entah siapa yang pasti aku sering melihatnya berada disini nampaknya dia tinggal disini mungkin menemani penjaga pantai ini atau apa aku tak peduli. 

Aku tak ambil pusing ketika disisiku sudah tak ada pengunjung lain. Aku tak peduli ketika aku harus duduk sendirian menatap sebuah meja bundar dan bangku kosong didepanku ini. Aku hanya ingin melihat senja sore ini merekam tiap detik lambaian mesra sang matahari kepada setiap penikmat senja. Ahh aku merindukanya lagi. Aku merindukan tatapan mata sipitnya lagi. Merindukan tiap tingkah konyol yang sering dia lakukan itu. Dasar bodoh. Laki-laki gila. Namun kurasa lebih bodoh diriku karena aku sangat mencintainya. Dan aku menggilainya jauh lebih dalam dari tingkah gilanya. 

Ini hanya dua hari tidak bertemu dengannya namun rindu telah menusuk dengan angkuhnya kedalam dada dan kepalaku. ‘ah dasar lebay’ aku mengatai diriku sendiri. Mencaci isi hati dan kepala yang tidak bosannya menyibukkan dia sebagai seseorang benar-benar sibuk mengusik tiap detik waktuku. Namun kali ini bukan hanya mata sipit tingkah laku dan kegilaannya yang kurindukan. Ada hal lain yang benar-benar kurindukan  dengan sangat. Sesuatu yang hilang darinya. Sesuatu yang nampak terasa berbeda dengannya sekarang tepatnya mungkin dengan kami berdua. Ada jarak yang terasa diantara kami padahal dekat. Ada sekat yang menghadang kami padahal bertatap. Entah apa ini. Apakah ada hati lain yang kini tumbuh diatas dadamu? Adakah perempuan lain yang membuatmu merasa teduh ketika matamu menatap matanya? Adakah keindahan lain yang membuatmu terpukau sehingga perasaan-perasaan kita menjadi berbeda? Jelaskan padaku. Mendekatlah. Berbisiklah disamping telingaku katakan setiap detil-detil apa saja yang sebenarnya bisa kita selesaikan dengan baik-baik. Aku akan memahaminya dengan tersenyum karena tak ada alasan untuk marah dan benci kepadamu karena aku begitu dalam mencintaimu. Jikapun prasangka-prasangka yang kuungkapkan ini adalah sebuah kesalahan pahamilah ini hanyalah ketakutanku akan kehilanganmu. Ini hanyalah kecemasan seorang wanita yang begitu dalam menyayangimu.

Sssrrrrkkkkkk….
Sebuah tangan menyentuh pundakku pelan membuyarkan lamunanku akan seseorang yang kurindukan itu.
“mbak udah gelap, pulang mbak. Nanti dicariin sama orangtuanya loh” ucap seorang penjaga pantai yang telah membuyarkan lamunanku itu. Hari sudah benar benar gelap, ah sepertinya tanpa kusadari aku melamun terlalu lama. Memikirkan rindu yang mengusikku beberapa hari belakangan ini. Kuangkat tas hitamku sembari  terburu-buru untuk pergi karena langit sudah benar-benar kehabisan tenaga untuk menerangiku melamun memikirkan dia.
“mbak jus nya nggak diminum?” teriak penjaga pantai tadi yang tanpa permisi kutinggalkan begitu saja. “nggak pak jus nya pahit terkenang rindu dan kecemasan-kecemasan saya” jawabku dengan sedikit melempar senyum pada penjaga pantai itu.


Senja hari ini, dalam rindu dan kecemasanku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar