Semilir angin sore
pinggir laut menerpa wajahku menerbangkan rambut sebahuku yang acak-acakan tak
karuan. Aku masih duduk termenung menghadap segelas jus jeruk diatas sebuah
meja bundar lengkap dengan sebuah kursi kosong yang pasangannya kududuki kini.
Dipinggiran laut yang nampaknya langitnya mulai meredup ini. Tiba-tiba hmmm bau
apa ini sebuah aroma parfum yang nampak
tak asing menyeruak kedalam penciumanku. Sontak ada sebuah nama yang langsung merasuk
dalam kepalaku. Dia.
Kepalaku kuarahkan kesana
kemari mengamati setiap sudut pinggir laut ini. Dimana dia? Apa benar-benar dia
ada disini. Atau hanya manusia asing lain namun beraroma sama? Atau hanya
imajinasiku yang melayang begitu tinggi? Ah tak ada siapapun. Pantai ini sudah
sepi hanya tersisa aku, penjaga pantai dan seorang entah siapa yang pasti aku
sering melihatnya berada disini nampaknya dia tinggal disini mungkin menemani
penjaga pantai ini atau apa aku tak peduli.
Aku tak ambil pusing
ketika disisiku sudah tak ada pengunjung lain. Aku tak peduli ketika aku harus
duduk sendirian menatap sebuah meja bundar dan bangku kosong didepanku ini. Aku
hanya ingin melihat senja sore ini merekam tiap detik lambaian mesra sang
matahari kepada setiap penikmat senja. Ahh aku merindukanya lagi. Aku
merindukan tatapan mata sipitnya lagi. Merindukan tiap tingkah konyol yang
sering dia lakukan itu. Dasar bodoh. Laki-laki gila. Namun kurasa lebih bodoh
diriku karena aku sangat mencintainya. Dan aku menggilainya jauh lebih dalam
dari tingkah gilanya.
Ini hanya dua hari tidak
bertemu dengannya namun rindu telah menusuk dengan angkuhnya kedalam dada dan
kepalaku. ‘ah dasar lebay’ aku mengatai diriku sendiri. Mencaci isi hati dan
kepala yang tidak bosannya menyibukkan dia sebagai seseorang benar-benar sibuk
mengusik tiap detik waktuku. Namun kali ini bukan hanya mata sipit tingkah laku
dan kegilaannya yang kurindukan. Ada hal lain yang benar-benar kurindukan dengan sangat. Sesuatu yang hilang darinya.
Sesuatu yang nampak terasa berbeda dengannya sekarang tepatnya mungkin dengan
kami berdua. Ada jarak yang terasa diantara kami padahal dekat. Ada sekat yang
menghadang kami padahal bertatap. Entah apa ini. Apakah ada hati lain yang kini
tumbuh diatas dadamu? Adakah perempuan lain yang membuatmu merasa teduh ketika
matamu menatap matanya? Adakah keindahan lain yang membuatmu terpukau sehingga
perasaan-perasaan kita menjadi berbeda? Jelaskan padaku. Mendekatlah.
Berbisiklah disamping telingaku katakan setiap detil-detil apa saja yang
sebenarnya bisa kita selesaikan dengan baik-baik. Aku akan memahaminya dengan
tersenyum karena tak ada alasan untuk marah dan benci kepadamu karena aku
begitu dalam mencintaimu. Jikapun prasangka-prasangka yang kuungkapkan ini
adalah sebuah kesalahan pahamilah ini hanyalah ketakutanku akan kehilanganmu.
Ini hanyalah kecemasan seorang wanita yang begitu dalam menyayangimu.
Sssrrrrkkkkkk….
Sebuah tangan menyentuh
pundakku pelan membuyarkan lamunanku akan seseorang yang kurindukan itu.
“mbak udah gelap, pulang
mbak. Nanti dicariin sama orangtuanya loh” ucap seorang penjaga pantai yang telah
membuyarkan lamunanku itu. Hari sudah benar benar gelap, ah sepertinya tanpa
kusadari aku melamun terlalu lama. Memikirkan rindu yang mengusikku beberapa
hari belakangan ini. Kuangkat tas hitamku sembari terburu-buru untuk pergi karena langit sudah
benar-benar kehabisan tenaga untuk menerangiku melamun memikirkan dia.
“mbak jus nya nggak
diminum?” teriak penjaga pantai tadi yang tanpa permisi kutinggalkan begitu
saja. “nggak pak jus nya pahit terkenang rindu dan kecemasan-kecemasan saya”
jawabku dengan sedikit melempar senyum pada penjaga pantai itu.
Senja hari ini, dalam rindu
dan kecemasanku.